Tasbih
merupakan salah satu benda yang tidak pernah lepas dari kita saat kita
berdzikir. benda ini terdiri dari beberapa butir yang terbuat dari kayu atau
benda lainnya, yang dibuat melingkar dan jumlahnya sesuai dengan bacaan dzikir
yakni 33 atau 99 kali putaran. kali ini saya akan mengulas sedikit tentang
Sejarah asal mula Tasbih yang akan kita awali dengan sedikit penjelasan tentang
biji tasbih.
Biji tasbih
(Misbahah/subhah) atau orang Sufi menyebutnya Mudzakkirah billah (pengingat
kepada Allah), merupakan alat yang digunakan ketika kita mengucapkan bacaan
tasbih secara berulang-ulang. Biji tasbih dibuat dari kayu-kayuan namun ada
juga biji tasbih yang terbuat dari biji zaitun. umumnya seutas tasbih terdiri
dari 99 biji tasbih yang menandakan Asmaul Husna yang berjumlah 99 nama Allah
SWT. dalam tradisi
Islam, tasbih digunakan untuk berzikir, terutama ketika selepas shalat. Jadi,
tasbih dibagi menjadi tiga kelompok yang masing-masing berjumlah 33 biji
tasbih. Hal ini sesuai dengan tuntunan zikir selepas shalat, yakni 33 kali
kalimat subhanallah, 33 kali alhamdulillah, dan 33 kali Allahu akbar.
Asal muasal benda ini masih simpang siur. Tidak ada
sumber resmi yang menerangkan asal muasal tasbih. Ada literatur umat Budha
menggunakan media semacam tasbih dengan hitungan sebanyak 180 butir. Syekh Bakr
bin Abdillah Abu Zaid dalam Da’iratul-Ma’arif Al-Islamiyyah 11/233-234
dan Al-Mausu’at Al-‘Arabiyyah Al-Muyassarah 1/958 menyebut
alat serupa tasbih juga digunakan dalam agama Katolik. Bedanya, tasbih kaum
Katolik hanya terdiri dari 50 biji.
Ulama berbeda pendapat dalam menyikapi
penggunaan tasbih. Ada ulama yang memperbolehkan tasbih untuk berzikir namun
ada juga yang menolaknya. Bagi ulama yang menolak, tasbih bukan tradisi yang
berasal dari Islam.
Pada zamannya,
Rasulullah saw, untuk menghitung bacaan dalam berdzikir digunakan jari-jari,
kerikil-kerikil, biji-biji kurma atau tali-tali yang disimpul.
رأيت
رسول الله صلى الله عليه وسلم يعقد التسبيح بيمينه (رواه أبو داود)
“Pernah
kulihat Nabi saw menghitung bacaan tasbih dengan tangan kanannya”.
Ulama
membolehkan untuk menghitung dzikir dengan jari seperti dalam hadis
tersebut bukan berarti mengharamkan cara lain. Dalam sejumlah hadis lain didapati,
para shahabiyah juga mempergunakan media seperti batu dan biji kurma untuk
menghitung dzikir.
Rasulullah
saw. juga pernah menganjurkan para wanita untuk bertasbih dan bertahlil serta
menghitungnya dengan jari-jemari, sebagaimana hadis dikeluarkan oleh Ibnu
Syaiban, Abu Dawud, At-Turmudzi, dan Al-Hakim sebagai berikut:
عليكن
بالتسبيح والتهليل والتقديس واعقدن بالأنامل فإنهن مسؤلات مستنطقات ولاتغفلن
فتنسين الرحمة
“Wajib atas
kalian untuk membaca tasbih, tahlil, dan taqdis. Dan ikatlah (hitungan bacaan-bacaan
itu) dengan jari-jemari. Karena sesunggunya jari-jari itu akan ditanya untuk
diperiksa. Janganlah kalian lalai (jikalau kalian lalai) pasti dilupakan dari
rahmat (Allah)”
Sahabat lain seperti Abu Hurairah RA juga mempergunakan
media lain untuk berdzikir. Seperti diriwayatkan Abu Dawud, Abu Hurairah sebuah
kantong berisi batu kerikil yang ia gunakan untuk berdzikir. Abu Syaibah yang
mengutip hadis Ikrimah juga mengatakan, bahwa Abu Hurairah mempunyai seutas
benang dengan bundelan seribu buah. Ia baru tidur setelah berdzikir dua belas
ribu kali. Tidak ada seorangpun yang mengetahui balasan amalan seseorang
melainkan DIA yang menciptakan kita.
Terimakasih
karena telah membaca Artikel mengenai Sejarah Asal Mula Tasbih, jangan lupa
ikuti terus halaman ini untuk mendapatkan artikel-artikel islami lainnya.
0 comments:
Post a Comment
silahkan berkomentar secara beradab dan sesuai dengan topik pembahasan