Monday, March 5, 2018

TERNYATA PEMUDA ANSOR KOTAMOBAGU ADALAH PENGAMAL BID'AH

0 comments


 Pemuda Ansor Kotamobagu pengamal Bid'ah

Ternyata benar tuduhan selama ini, Pemuda Ansor Kotamobagu adalah para pelaku Bid’ah. Percaya atau tidak ikuti dan baca tulisan  ini yang akan menyadarkan kita semua. Pembaca yang budiman, Jangan lupa bacanya sambil ngopi ^^

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Tulisan ini akan dimulai dengan mengutip sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasai : Dari Jabir bin Abdullah ra, dari Nabi SAW beliau berkata dalam khutbahnya : "Sungguh sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan adalah sesat, setiap kesesatan membimbing orang ke Neraka." (Lihat Ahmad bin Syu'aib bin Ali khurasani, Sunan An-Nasai, Maktab Al-Mathbu'at Al-Islamiyah, Aleppo, cet. kedua, tahun 1986M/1406H). 

Dalam riwayat Nasa’i dan Baihaqi ada tambahan redaksi   وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّار (dan setiap kesesatan tempatnya di neraka).  Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan hadis serupa: “Jauhilah perkara-perkara baru, sebab sesungguhnya setiap bid’ah itu sesat (HR. Abu Dawud No. 4607 Bâb luzûmis sunnah dan HR. Tirmidzi No. 2678 Bâb mâ jâ’a fil akhdzi bis sunnah wa-jtinâbil bida’i). Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis: “Man ahdatsa fi amrina hâdza mâ laysa minhu fa huwa raddun”  (Siapa saja yang mengadakan perkara baru yang tidak ada dasarnya, maka dia tertolak).
Oleh sebagian kalangan, rangkaian hadis ini dijadikan dalil untuk menyebut setiap perkara yang tidak dilakukan Rasulullah sebagai bid’ah. Khitab-nya bersifat ‘am, mutlak tanpa pengecualian. Artinya, setiap perkara baru itu bid’ah, tanpa kecuali. Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. Dasarnya adalah redaksi yang digunakan Nabi, “kullu” artinya setiap sesuatu, semuanya, tanpa kecuali. Hal-hal yang bersifat agama dan ritual yang dilakukan tanpa contoh Nabi berarti bid’ah. Deretan amaliah seperti muludantahlilanbarzanjian, majelis salawatan, haul, dll adalah munkar karena termasuk perkara baru tanpa preseden syar’i.  Benarkah demikian? Mari kita tinjau dari beberapa aspek.
secara etimologis, kata kullu di dalam bahasa Arab tidak selalu berarti ‘ammuthlaq (semua, tanpa kecuali). Kata kullu terkadang berarti‘am makhsûs(semua terkecuali). Di dalam al-Qur’an, kata kullusebagai‘am muthlaq, misalnya, disebutkan dalam ayat-ayat “Allâhu khâliqu kulli sya’in wa huwa ‘alâ kulli sya’in wakîl” (QS. al-Zumar/24: 62); “Kullu sya’in hâlikun illâ wajhah” (QS. Al-Qasas/28: 88); “Kullu nafsin dzâiqatul maut” (QS. Alu Imran/3:185). Di sini, kullu berarti semua. Sebaliknya, di dalam al-Qur’an, terdapat kata kullu, tetapi berarti sebagian (sebagian besar atau sebagian kecil) seperti dalam ayat “Wa ja’alnâ minal mâ’i kulla syain hay (QS. al-Anbiyâ’/17: 30): “Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup.” Faktanya, kita tahu, tidak semua makhluk Tuhan tercipta dan hidup dari air. Contohnya malaikat dan iblis, tercipta dari cahaya dan api.  Ada juga ayat “Innî wajadtum ra’atan tamlikuhum wa ûtiyat min kulli syai’in wa lahâ ‘arsyun adzîm (an-Naml/27: 23): “Sungguh kudapati seorang perempuan yang merajai mereka, dianugerahi segala sesuatu, dan baginya singgasana yang agung.” Faktanya, Ratu Balqis tidak dianugerahi kekuasaan terhadapkerajaan Sulaiman. Kesimpulan, kata “kullu” tidak selalu berarti semua tanpa kecuali (‘am muthlaq), tetapi juga berarti sebagian (’am makhsûs).
Kembali kepada teks hadis awal, “kullu bid’atin dlalâlahwa kullu dlalâlatin fin nâr” berarti tidak semua bid’ah sesat. Hanya yang sesat yang masuk neraka. Inilah mafhûm yang dinyatakan Imam Nawawi bahwa kulludalam hadis kullu bid’atin dlalâlah bukanlah ‘am muthlaq (semua tanpa kecuali), tetapi ‘am makhsus(semua terkecuali) (lihat Sahîh Muslim bi Syarh an-Nawâwî, Beirut: Dâr al-Tsaqâfah al-Islâmiyyah, 1930, Juz 6, hal. 154).
secara subtansial, perkara apakah di dalam teks hadis “Man ahdatsa fi amrina hâdza” yang dilarang untuk di-bid’ahi? Apakah semua perkara, semua hal yang tidak dilakukan Rasulullah atau tidak ada pada zamannya dihukumi bid’ah? Secara logika, pasti tidak mungkin. Rasulullah hidup dalam ruang dan waktu,yang berbeda kurun dan budayanya dengan kita. Jika semua yang tidak dilakukan Rasulullah disebut bid’ah, sebagian besar aktivitas manusia modern adalah bid’ah. Hal-hal baik, seperti dakwah melalui TV, radio, internet, aplikasi ponsel, alat pengeras suara imam shalat, semua adalah bid’ah. Perkara (amr, jamak umûr) di situ, menurut Ibn Hajar al-Asqalani, maksudnya adalah perkara agama (amrud dîn), berupa pokok-pokok hukum syara’, mencakup perintah dan larangan (Ibn Hajar al-Asqalani, Fathul Bâri, Beirut: Dâr Ihyâ’it Turâts al-Araby, 1977, Juz 7, hal. 231).
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, beliau membuat polarisasi antara Bid’ah yang tercela menurut Syara’ dan Bid’ah yang tidak masuk kategori sesat (Hasanah).

Perhatikan Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkanm Shahih Bukhari sebagai berikut.

Artinya, “Ucapan Rasulullah SAW ‘Setiap bid‘ah itu sesat’ secara bahasa berbentuk umum, tapi maksudnya khusus seperti keterangan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, ‘Siapa saja yang mengada-ada di dalam urusan kami yang bukan bersumber darinya, maka tertolak’. Riwayat kuat menyebutkan Imam Syafi’i berkata, ‘Perkara yang diada-adakan terbagi dua. Pertama, perkara baru yang bertentangan dengan Al-Quran, Sunah Rasul, pandangan sahabat, atau kesepakatan ulama, ini yang dimaksud bid‘ah sesat. Kedua, perkara baru yang baik-baik tetapi tidak bertentangan dengan sumber-sumber hukum tersebut, adalah bid‘ah yang tidak tercela,’” (Lihat Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal, Halaman 206). Imam Syafi’i dalam keterangan ini jelas membuat polarisasi antara bid‘ah yang tercela menurut syara’ dan bid‘ah yang tidak masuk kategori sesat. 

Sekarang apakah amaliyah Nahdlatul Ulama yang sering dilakukan oleh GP Ansor termasuk kedalam bid’ah yang sesat ataukah Bid’ah yang tidak tercela (Hasanah)? Tentu jika berdasarkan semua riwayat diatas penulis kira tidak ada yang sesat dari amalaiyah yang dilakukan oleh GP Ansor karena amaliyah NU yang dilakukan oleh GP Ansor adalah amaliyah baru yang baik dan tidak bertentangan dengan sumber-sumber hokum dalam Islam. Kesimpulannya adalah GP Ansor pengamal Bid’ah, tapi yang tidak tercela atau Hasanah. Jadi ini membantah mereka yang mengatakan bahwa Bid’ah Hasanah itu tidak ada. Dan untuk mereka yang menolak bid’ah hasanah ada baiknya hal ini dibicarakan baik-baik, duduk semeja, sambil ngopi, tapi ingat kita diskusi bukan pacaran ^^


Sumber referensi : Nu Online (diakses pada hari Senin, 5 Maret 2018, pukul 16.00 WITA)



0 comments:

Post a Comment

silahkan berkomentar secara beradab dan sesuai dengan topik pembahasan